Manfaat Polarisasi Cahaya Dalam Bidang Perikanan
OLEH ;
IKSAN AKBAR HAMID
XII.IA.1
2758
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan atas
khadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayahnya sehingga
saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan cepat
Tak lupa pula kita kirimkan salawat
dan taslim atas junjungan kita Nabiullah Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari alam gelap ke alam terang benerang sehinggah kita bisa seperti sekarang
ini
Dalam makalah ini saya membahas
tentang cara penangkapan ikan mengnakan lampu atau gekombang cahaya yang saya
rangkum dari berbagai sumber mulai dari buku sampai internet
Apabila dalam makalah ini ada
kekurangan mohan di berikan saran maupun koreksi agar pembuatan akalah selanjutanyalebih
baik
Terimah kasih atas pembacaan nya terhadap
makalah ini
penulis
Iksan Akbar
Hamid
Daftar Isi
Sampul ............................................................................................................................
1
Kata
Pengatar..................................................................................................................
Daftar Isi
.......................................................................................................................... 3
BAB
I Pendahuluan
Ø Latar belakang..................................................................................................... 4
BAB II Isi
Ø Sejarah
Perikanan Light Fishing di Indonesia ..................................................... 5
Ø Prinsip
Dasar Perikanan Light Fishing ................................................................ 5
Ø Sumber
Cahaya sebagaia Alat Bantu Penangkapan ......................................... 8
Ø Persyaratan
Daerah Penangkapan Ikan Buatan dengan Alat bantu Cahaya.... 10
BAB III Penutup
Ø Kesimpulan ....................................................................................................... 13
Ø Saran ................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas,
yaitu sekitar 3,1 juta km² wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km²
wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Wilayah Perairan
Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat besar, diperkirakan
sebesar 6,41 juta ton per tahun. Potensi tersebut terdiri atas ikan pelagis
besar 1,17 juta ton, pelagis kecil 3,61 juta ton, ikan demersal 1,37 juta ton,
ikan karang 145,25 ribu ton, udang penaeid 94,80 ribu ton, lobster 4,80
ribu ton dan cumi-cumi 28,25 ribu ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) adalah 80 % dan potensi lestari atau sekitar 5,12 juta ton per tahun
(PRPT,2001)
Pemanfaatan sumberdaya perikanan
dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, mengikuti permintaan yang
cenderung terus bertambah, baik jumlah maupun jenisnya. Meningkatnya upaya
sumberdaya perikanan mendorong berkembangnya teknik dan taktik penangkapan (fishing
technique and fishing tactics) untuk dapat memproduksi secara lebih efektif
dan efisien.
Berhasil
tidaknya suatu alat tangkap dalam operasi penangkapan sangatlah tergantung pada
bagaimana mendapatkan daerah penangkapan yang baik, potensi perikanan yang ada
dan bagaimana operasi penangkapan dilakukan. Beberapa cara dapat dilakukan
dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan diantaranya dengan menggunakan alat
bantu penangkapan. Macam-macam alat bantu penangkapan yang umum digunakan dalam
operasi penangkapan ikan di Indonesia diantaranya dengan menggunakan rumpon
(FAD) dan cahaya lampu (Light Fishing).
Secara
alami tanda-tanda fisik daerah penangkapan ikan (Fishing ground) berdasarkan
pengalaman nelayan, yang catchable area diantaranya ditandai oleh :Warna
perairan lebih gelap dibandingkan perairan sekitarnya ; Ada banyak burung
beterbangan dan menukik-nukik ke permukaan air ; Banyak buih di permukaan air ;
dan Umumnya jenis ikan ini bergerombol di sekitar batang-batang kayu yang
hanyut di perairan atau bersama dengan ikan yang berukuran besar seperti paus.
Dengan adanya rumpon dan penggunaan cahaya lampu disuatu perairan maka daerah
penangkapan ikan dapat dibentuk, sehingga nelayan dan unit kapal penangkap ikan
tidak tergantung lagi dengan tanda-tanda fisik daerah penangkapan ikan
yang bergantung pada kondisi lingkungan alami perairan. Oleh karena itu dengan
penggunaan rumpon (FAD) dan light fishing dapat dikatakan sebagai pembentuk
daerah penangkapan ikan buatan (Artificial fishing ground)
BAB II
A.
Sejarah Perikanan Light Fishing di Indonesia
Beberapa alat tangkap
dalam pengoperasiannya menggunakan bahan dan alat tertentu untuk memberikan
rangsangan guna menarik perhatian ikan. Salah satu alat yang digunakan untuk
memberikan rangsangan pada ikan adalah cahaya. Cahaya digunakan untuk menarik
perhatian ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif dan akan direspons dengan
berkumpulnya ikan pada sumber cahaya atau catchable area tertentu untuk
kemudian ditangkap dengan menggunakan jaring maupun alat pancing lainnya.
Penangkapan ikan dengan memanfaatkan cahaya sebagai alat bantu umumnya disebut
dengan light fishing.
Menurut Brant (1984) light
fishing atau penangkapan ikan dengan cahaya adalah suatu bentuk dari umpan
yang berhubungan dengan mata (optical bait) yang digunakan untuk menarik
dan untuk mengumpulkan ikan. Light fishing oleh Brant (1984) diklasifikasikan
ke dalam kelompok attracting concentrating and fringhting fish, karena
dalam hal ini cahaya digunakan untuk mengumpulkan (concentrating) ikan
pada suatu daerah tertentu sehingga mudah untuk dilakukan operasi
penangkapan.
Pada awalnya penggunaan cahaya (lampu) untuk
penangkapan ikan di Indonesia belum diketahui secara pasti siapa yang
memperkenalkannya. Namun yang jelas sekitar tahun 1950an di pusat-pusat
perikanan Indonesia Timur, dimana usaha penangkapan cakalang dengan pole and
line marak dilakukan, penggunaan cahaya (lampu) untuk penangkapan
ikan telah dikenal secara luas. Penggunaan cahaya listrik dalam skala
industri penangkapan ikan pertama kali dilakukan di Jepang pada tahun 1900
untuk menarik perhatian berbagai jenis ikan, kemudian berkembang dengan pesat
setelah Perang Dunia II. Di Norwegia penggunaan lampu berkembang sejak tahun
1930 dan di Uni Soviet baru mulai digunakan pada tahun 1948 (Nikonorov, 1975)
B. Prinsip Dasar Perikanan Light
Fishing
Ayodhyoa (1981) menyebutkan bahwa
peristiwa tertariknya ikan di bawah cahaya dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu:
1. Peristiwa langsung,
yaitu ikan tertarik oleh cahaya lalu berkumpul. Ini tentu berhubungan langsung
dengan peristiwa fototaksis, seperti pada jenis-jenis sardinella,kembung
dan layang.
2. Peristiwa tidak langsung,
yaitu karena ada cahaya maka
plankton, ikan-ikan kecil dan lain-lain sebagainya berkumpul, lalu ikan
yang dimaksud datang berkumpul dengan tujuan mencari makan (feeding). Beberapa
jenis ikan yang termasuk dalam kategori ini seperti ikan tenggiri, selar dan
lain-lain
Selain dua kelompok diatas
terdapat ikan yang tertarik pada cahaya sebagai hasil dari reflex defensive ikan
terhadap predator. Hal ini terjadi berkaitan dengan pembentukan schoollng
dan kemampuan penglihatan pada ikan. Ikan pada umumnya akan
membentuk schooling pada saat terang dan menyebar saat gelap. Dalam
keadaan tersebar ikan akan lebih mudah dimangsa predator dibandingkan saat
berkelompok. Adanya pengaruh cahaya buatan pada malam hari akan
menarik ikan ke daerah iluminasi, sehingga memungkinkan mereka membentuk schooling
dan lebih aman dan incãran predator. Ikan yang tergolong fototaksis
positif akan memberikan respon dengan mendekati sumber cahaya, sedangkan
ikan yang bersifat fototaksis negatif akan bergerak menjauh.
Persoalan-persoalan yang terkait
dengan aktifitas light fishing antara lain :
A.
Persoalan-persoalan fisika
1. Cahaya : kuat cahaya (light intensity.),
warna cahaya (light colour, merambatnya
cahaya ke dalam air laut, pengaturan cahaya, dan lain-lain sebagainya.
2. Air laut gelombang, kekeruhan (turbidity),
kecerahan (transparancy), arus,dll.
3. Hubungan cahaya dengan air laut : refraction, penyerapan
(absorption). penyebaran (scattering), pemantulan,
extinction dan lain-lain sebagainya.
B. Persoalan-persoalan biologi
1. Jenis
cahaya yang disenangi ikan : berapa besar atau volume
rangsangan (stimuli) yang harus diberikan, supaya ikan
terkumpul dan tidak berusaha untuk melarikan diri dalam suatu jangka waktu
tertentu. Tidaklah dikehendaki, sehubungan dengan berjalannya waktu, pengaruh rangsangan
ini akan lenyap, karena ikan menjadi terbiasa (accustomed).
2. Kemampuan daya tarik (attracting intensity) dari
cahaya yang dipergunakan haruslah sedemikian rupa sehingga dapat mengalahkan
(minimum meng-eliminir) pengaruh intimidasi dari beradanya jaring,
kapal, suara mesin dan lain-lain.
3. Berbeda spesies, besar, umur, suasana sekeliling (environment)
akan berbeda pula cahaya (intensity, colour, waktu) yang disenangi; dan
faktor suasana sekeliling (environmental condition factor) yang
berubah-ubah (gelombang, arus, suhu, salinitas, sinar bulan) akan sangat
mempengaruhi.
4. Bersamaan dengan spesies ikan yang menjadi tujuan penangkapan akan berkumpul
juga jenis lain yang tak diinginkan (ikan kecil, larvae), sedang kita
menghendaki catch yang selektif. Ada tidaknya pengaruh cahaya terhadap spawning
season, over fishing, resources,dll.
Agar cahaya dalam kegiatan light fishing dapat memberikan daya guna
yang maksimal, diperlukan syarat-syarat antara lain sebagai berikut: (1) Mampu
mengumpulkan ikan-ikan yang berada pada jarak yang jauh (horizontal
maupun vertikal)
(2) Ikan-ikan tersebut hendaklah berkumpul ke sekitar sumber cahaya, di mana mungkin akan tertangkap (catchable area).(3) Setelah ikan berkumpul, hendaklah ikan-ikan tersebut tetap senang berada di sana pada suatu jangka waktu tertentu (minimum sampai saat alat tangkap mulai beroperasi atau diangkat). (4) Sekali ikan berkumpul disekitar sumber cahaya hendaklah ikan-ikan tersebut jangan melarikan diri ataupun menyebarkan diri (escape, disperse
(2) Ikan-ikan tersebut hendaklah berkumpul ke sekitar sumber cahaya, di mana mungkin akan tertangkap (catchable area).(3) Setelah ikan berkumpul, hendaklah ikan-ikan tersebut tetap senang berada di sana pada suatu jangka waktu tertentu (minimum sampai saat alat tangkap mulai beroperasi atau diangkat). (4) Sekali ikan berkumpul disekitar sumber cahaya hendaklah ikan-ikan tersebut jangan melarikan diri ataupun menyebarkan diri (escape, disperse
Faktor yang cukup krusial dalam kegiatan light
fishing adalah kekuatan dari cahaya lampu yang digunakan, dimana
keberadaan cahaya lampu sendiri yang masuk atau menembus perairan akan
dipengaruhi kondisi cuaca saat penangkapan (gelap atau terang). Selanjutnya
Verheyen (1959) mengemukakan bahwa mekanisme tertariknya ikan pada cahaya belum
diketahui dengan jelas, namun diduga berkumpulnya ikan-ikan disebabkan oleh
keinginan mencari intensitas cahaya yang sesuai.
Terkait dengan persoalan-persoalan tersebut, maka
perlu kajian-kajian mendalam, antara lain:
1. Kajian tentang cahaya lampu dalam kegiatan light fishing
sebagai suatu sumber
cahaya (light
resources).
2. Kajian tentang pemantulan, penyerapan, refraction, pemadaman, dan
lain-lain peristiwa fisika dari cahaya yang
dihasilkan oleh fishing lamp yang mengenai permukaan air atau air.
3. Hubungan yang ada antara jumlah terang yang terjadi dalam perairan (light
intensity, brightness, lux) akibat penyinaran lampu dalam kegiatan
penangkapan dan ikan-ikan yang berkumpul. Ikan-ikan ini hendaklah berada dalam keadaan
alamiahnya dan hubungan tersebut hendaklah dapat diungkapkan dengan suatu
satuan (unit) (besar attracting intensity, besar intimidation effect,
besar stimulus, dan lain-lain sebagainya).
4. Pola pergerakan ikan terhadap
cahaya dalam aktivitas light fishing, serta motivasi ikan berada disekitar
cahaya tersebut.
C. Sumber Cahaya sebagaia Alat Bantu
Penangkapan
Yami (1988)
mengemukakan bahwa perikanan dengan cahaya sudah dilakukan pada banyak cara
yang berbeda dan berbagai teknik yang dapat dipakai. Pilihan metode, tentunya
tergantung pada besarnya faktor pengembangan setiap tingkat teknologi pada suatu
tempat dan pengembangan investasi pada peralatan dan sebagainya. Ada berbagai
laporan tentang penangkapan ikan dengan cahaya pada zaman dahulu dan digunakan
sebagai informasi bagaimana proses perkembangannya. Seperti halnya di Jepang,
dimana penggunaan lampu untuk menangkap ikan sudah dilakukan sejak tahun
1990-an (Nomura dan Yamazaki, 1977).
Adapun di beberapa negara lain,
misalnya Norwegia, cahaya sudah digunakan sejak tahun 1885, tetapi untuk
perikanan komersial baru digunakan sejak tahun 1930, di Filipina lampu tekan
kerosene yang berkekuatan 150-500 candela sudah diperkenalkan pada tahun 1924
dan lampu generator listrik (8-16 kW) dipakai pada pertengahan tahun 1950-an,
di Mediterania operator penangkapan ikan bangsa Yunani memperkenalkan jenis
alat tangkap purse seine dengan cahaya pada tahun 1954 dan di beberapa
negara Pantai Afrika Barat penggunaan cahaya sudah dilakukan sejak tahun
1963 (Yami, 1987). Sedangkan Soviet telah melakukan penyelidikan penangkapan
ikan dengan cahaya dimulai di Atlantik (1957) dengan suatu ekspedisi yang
dipimpin oleh kapal trawl Kazan, dan di dalam ekspedisi tersebut
diketahui adanya reaksi yang positif dari ikan terhadap cahaya yang diamati di
Pantai Atlantik Afrika dengan hasil tangkapan yang pertama adalah Jenis Ikan Sardinella
Kini semakin banyak masyarakat
yang menggunakan lampu listrik dengan intensitas yang tinggi dalam upaya
penangkapan. Lampu listrik selain lebih efektif juga memiliki lebih banyak
keunggulan dibandingkan lampu lainnya. Lampu listik dapat ditempatkan pada berbagai
posisi di atas kapal maupun di perairan, memiliki daya iluminasi yang tetap dan
tidak terganggu oleh keadaan lingkungan seperti angin atau hujan. Dalam
perkembangannya beberapa sumber cahaya yang digunakan sebagal alat bantu
penangkapan di Indonesia antara lain:
1.
Obor
Obor dibuat dari bambu yang kemudian diisi dengan minyak tanah dan diberi sumbu pada bagian ujung atasnya. Pada waktu operasi penangkapanq obor ditempatkan pada sisi perahu sedemikian rupa sehingga pancaran cahayanya dapat menerangi permukaan air. Penggunaan alat ini memiliki beberapa kelemahan yaitu cahayanya mudah berubah oleh tiupan angin dan bila turun hujan alat ini tidak dapat digunakan. Dahulu alat ini banyak digunakan untuk penangkapan di Selat Bali. namun sekarang penggunaannya sulit ditemukan lagi.
Obor dibuat dari bambu yang kemudian diisi dengan minyak tanah dan diberi sumbu pada bagian ujung atasnya. Pada waktu operasi penangkapanq obor ditempatkan pada sisi perahu sedemikian rupa sehingga pancaran cahayanya dapat menerangi permukaan air. Penggunaan alat ini memiliki beberapa kelemahan yaitu cahayanya mudah berubah oleh tiupan angin dan bila turun hujan alat ini tidak dapat digunakan. Dahulu alat ini banyak digunakan untuk penangkapan di Selat Bali. namun sekarang penggunaannya sulit ditemukan lagi.
2.
Lampu.Petromaks
Lampu petromaks umumnya memiliki kekuatan cahaya 200 lilin atau sekitar 200 watt. Terdapat dua jenis lampu yang digunakan oleh nelayan yaitu lampu petromaks dengan bola gelas yang berada pada bagian bawah dan tabung lampu yang berada di atas, sedangkan yang satu lagi adalah petromaks dengan tabung minyak pada bagian bawah dan lampu berupa kaos lampu pada bagian atas. Di daerah Indonesia bagian timur penggunaan petromaks jenis kedua biasa dilakukan untuk melakukan penangkapan ikan di pinggiran pantai dengan cara menombak. Spesifikasi cahaya lampu petromaks umumnya dipengaruhi oleh cahaya bulan. Oleh karena itu, biasanya lampu petromaks tidak efisien jika digunakan pada saat terang bulan (purnama). Keadaan ini disebabkan karena pada kondisi demikian ikan-ikan akan cenderung menyebar di dalam kolom air dan tidak naik ke atas permukaan air. Pada saat terang bulan umumnya nelayan-nelayan yang menggunakan atraktor lampu sebagai alat penarik ikan, tidak melakukan operasi penangkapan ikan (Gunarso, 1985).
Lampu petromaks umumnya memiliki kekuatan cahaya 200 lilin atau sekitar 200 watt. Terdapat dua jenis lampu yang digunakan oleh nelayan yaitu lampu petromaks dengan bola gelas yang berada pada bagian bawah dan tabung lampu yang berada di atas, sedangkan yang satu lagi adalah petromaks dengan tabung minyak pada bagian bawah dan lampu berupa kaos lampu pada bagian atas. Di daerah Indonesia bagian timur penggunaan petromaks jenis kedua biasa dilakukan untuk melakukan penangkapan ikan di pinggiran pantai dengan cara menombak. Spesifikasi cahaya lampu petromaks umumnya dipengaruhi oleh cahaya bulan. Oleh karena itu, biasanya lampu petromaks tidak efisien jika digunakan pada saat terang bulan (purnama). Keadaan ini disebabkan karena pada kondisi demikian ikan-ikan akan cenderung menyebar di dalam kolom air dan tidak naik ke atas permukaan air. Pada saat terang bulan umumnya nelayan-nelayan yang menggunakan atraktor lampu sebagai alat penarik ikan, tidak melakukan operasi penangkapan ikan (Gunarso, 1985).
3. Lampu Listrik
Meskipun pemakaian lampu yang bersumber dari tenaga listrik ini lebih mudah, efektif dan efisien, sebab penempatannya dapat diatur sesuai dengan keinginan, namun penggunaan lampu listrik bagi nelayan kecil di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini karena dibutuhkan biaya yang cukup besar dalam pemakaiannya. Di beberapa negara seperti Jepang dan Norwegia penggunaan alat ini mulai berkembang setelah perang dunia II. Penggunaan cahaya sebagai alat bantu penangkapan di Indonesia dewasa ini hampir merata di seluruh wilayah. Di Indonesia nelayan tradisional lebih banyak menggunakan lampu strongking dan petromaks dalam operasi penangkapan, sedangkan lampu listrik lebih sering digunakan oleh kapal-kapal penangkapan yang lebih modern. Pada usaha penangkapan cakalang di Indonesia bagian timur, cahaya digunakan untuk menangkap umpan hidup (life bait fish).
Meskipun pemakaian lampu yang bersumber dari tenaga listrik ini lebih mudah, efektif dan efisien, sebab penempatannya dapat diatur sesuai dengan keinginan, namun penggunaan lampu listrik bagi nelayan kecil di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini karena dibutuhkan biaya yang cukup besar dalam pemakaiannya. Di beberapa negara seperti Jepang dan Norwegia penggunaan alat ini mulai berkembang setelah perang dunia II. Penggunaan cahaya sebagai alat bantu penangkapan di Indonesia dewasa ini hampir merata di seluruh wilayah. Di Indonesia nelayan tradisional lebih banyak menggunakan lampu strongking dan petromaks dalam operasi penangkapan, sedangkan lampu listrik lebih sering digunakan oleh kapal-kapal penangkapan yang lebih modern. Pada usaha penangkapan cakalang di Indonesia bagian timur, cahaya digunakan untuk menangkap umpan hidup (life bait fish).
D. Persyaratan Daerah Penangkapan
Ikan Buatan dengan Alat bantu Cahaya
Operasi penangkapan dengan
menggunakan alat bantu cahaya tidak dapat dilakukan pada setiap kondisi,
ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil
tangkapan yang maksimal. Beberapa persyaratan dalam penangkapan untuk
mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal dengan memperhatikan antara
lain:
1. Syarat Lingkungan
Persyaratan
utama dalam penggunaan cahaya lampu sebagai alat bantu penangkapan adalah
kondisi lingkungan yang mendukung sehingga peran dan fungsi cahaya menjadi
lebih efisien. Kondisi lingkungan yang baik adalah cahaya lampu yang digunakan
pada malam yang gelap. Fase bulan menjadi faktor yang menentukan gelap dan
terangnya bulan. Light fishing hanya akan efektif dilaksanakan pada bulan
gelap, dengan demikian cahaya lampu tidak dapat dioperasikan pada siang hari.
Pada saat bulan terang penggunaan cahaya sebagai alat bantu penangkapan menjadi
sangat tidak efektif. Akibat adanya cahaya lain yang turut mempengaruhi
behavior dari ikan-ikan di perairan. Kondisi ini biasanya diantisipasi oleh
nelayan dengan menggunakan cahaya yang lebih terang, namun hal ini hanya akan
sedikit membantu dalam operasi penangkapan.
Selain dari fase bulan keadaan keadaan tingkat kekeruhan dalam perairan juga
akan mengurangi daya tembus cahaya di perairan pada akhirnya hal ini
mempengaruhi efisiensi penggunaan cahaya. Dalam keadaan cuaca yang baik dan
arus laut yang tidak terlalu kencang, operasi penangkapan dengan menggunakan
lampu akan memberikan pengaruh positif terhadap hasil tangkapan. Arus yang
terlampau kencang akan mempengaruhi posisi alat tangkap di dalam air.
2.
Syarat
Penangkapan
Selain faktor-faktor lingkungan diatas, ada beberapa
syarat lain yang menentukan keberhasilan suatu operasi penangkapan. Beberapa
syarat yang perlu diperhatikan antara lain :
a)
Cahaya yang
akan digunakan harus tepat untuk jenis ikan yang akan ditangkap dengan
mengetahui behavior dari ikan-ikan yang hendak ditangkap terhadap jenis
cahaya.
i.
Cahaya yang
digunakan juga harus mampu menarik ikan pada jarak yang jauh baik vertikal
maupun horisontal, untuk syarat ini biasa digunakan cahaya berwarna biru atau
hijau.
ii.
Ikan-ikan diusahakan untuk berkumpul pada area penangkapan tertentu.
iii.
Waktu yang tepat untuk menentukan mulai penangkapan terhadap ikan-ikan yang
telah berkumpul, setelah ikan mulai berkumpul diusahakan ikan tetap tenang
berada pada area penangkapan sampai batas waktu tertentu sebelum dilakukan
penangkapan, untuk itu diusahakan agar ikan tidak melarikan diri atau menyebar.
3.
Syarat
Biologi
Dalam hubungannya dengan keberhasilan operasi
penangkapan dengan menggunakan cahaya, perlu kiranya diketahui kebiasaan dari
ikan-ikan yang akan ditangkap. Salah satu kebiasan ikan yang perlu diperhatikan dalam penangkapan adalah
ruaya vertikal harian ikan tersebut. Berdasarkan ruaya vertikal
hariannya, ikan dan hewan laut lainnya dapat dibagi atas 6 kelompok, yaitu :
1)
Jenis ikan pelagis yang muncul sedikit diatas termoklin pada siang
hari. Jenis ikan ini akan beruaya ke lapisan permukaan pada sore hari,
sedangkan saat malam hari, akan menyebar pada lapisan antara permukaan dan
termoklin. Kemudian pada pagi harinya ikan akan menghindar dari lapisan diatas
termoklin tersebut
2)
Jenis ikan pelagis yang muncul dibawah termoklin pada waktu siang hari.
Ikan ini beruaya melalui lapisan termoklin ke lapisan permukaan pada sore hari
lalu menyebar pada lapisan antara permukaan dengan dasar perairan selama malam
hari, dan sebagian besar dari ikan tersebut berada diatas termoklin. Pada waktu
matahari terbit ikan akan turun ke lapisan yang lebih dalam.
3)
Jenis ikan pelagis yang muncul dibawah termoklin selama waktu sore hari.
Malam hari ikan tersebut akan menyebar antara lapisan termoklin dan dasar
perairan, bahkan mungkin turun ke lapisan yang lebih dalam pada waktu terbit
matahari.
4)
Jenis ikan dasar (demersal fish) berada dekat dasar perairan
pada waktu siang hari, beruaya dan menyebar di bawah termoklin, terkadang
berada diatas termoklin pada sore hari kemudian turun ke dasar atau lapisan
yang lebih dalam pada waktu pagi hari.
5)
Jenis-jenis ikan yang menyebar melalui kolom air selama siang hari,
sedangkan pada waktu malam ikan tersebut akan turun ke dasar perairan
6)
Jenis ikan pelagis maupun demersal yang tidak memiliki migrasi harian yang
jelas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan sebagai berikut
:
- Alat bantu penangkapan cahaya lampu (Light Fishing) digunakan dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan.
- Penggunaan light fishing sebagai pembentuk daerah penangkapan ikan buatan (Artificial fishing ground)
B.
Saran
Dari makalah ini dapat
disarankan sebagai berikut :
1. Dalam rangka mewujudkan perikanan
tangkap yang bertanggung jawab (Sustainable Fisheries Cupture)
maka eksploitasi sumberdaya ikan harus dapat dilakukan secara bertanggung jawab
(responsible Fisheries).
2. Untuk mewujudkan perikanan tangkap yang bertanggung jawab
(Sustainable Fisheries Cupture) maka perlu kiranya membuat kriteria
keramahan dari cahaya lampu (Light Fishing) sebagai Alat bantu penangkapan.
DAFTAR PUSTAKA
Baskoro, SM,Suherman, A.2007. Teknologi Penangkapan Ikan Dengan Cahaya. Badan Penerbit UNDIP-Semarang.
Bogor.
Ben-yami,1987.
Fishing With Light. Published by Arrangement With The Agriculture Organisation
of The United Nation by Fishing News Books Ltd.Farham,Surrey.England
Nikonorov, I.V. 1975. Interaction of
Fishing Gear With Fish Aggregations. Keter Publishing House Jerisalem Ltd.
Israel Program From Scientific Translations, Jerusalem
Sulaiman.2006. Pendekatan Akustik
dalam Studi Tingkah Laku Ikan pada proses Penangkapan dengan Alat Bantu
Cahaya.(Tidak di Publikasikan,Thesis). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Sudirman, 2003. Analisis Tingkah
Laku Ikan untuk Mewujudkan teknologi Ramah Lingkungan Dalam Proses Penangkapan
pada bagan Rambo (Tidak di Publikasikan.Disertasi) Program Pasca sarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Yusfiandayani, R. 2004. Studi
tentang Mekanisme Berkumpulnya Ikan Pelagis Kecil di Sekitar Rumpon dan
Pengembagan Perikanan di Perairan Provinsi Banten.
Sumber : http://ocean.iuplog.com Rumponisasi, Konflik Nelayan dan Kelestarian
Sumberdaya Ikan. Suhana, Peneliti Pada Pusat Kajian Sumberdaya Pesisi
www.google.com./penangkapanikanmengunakancahaya